Rabu, 30 November 2011
WHO am I
21.50 |
Diposting oleh
Dwi Praja Anggrayeni |
Edit Entri
Dwi Praja Anggrayeni, itulah nama saya, tetapi saya biasa dipanggil dengan nama Anggie. Saya lahir pada tanggal 12 Februari, 18 tahun yang lalu di Surabaya, dan di Rumah Sakit Islam tepatnya. Saya berasal dari keluarga yang bahagia, yang sangat menyanyangi saya. Yah kedua orang tua saya, Drs.Imam Jauhari dan Yenny Andari. Saya 3 bersaudara, saya anak ke 2. Kakak saya perempuan dan adik saya laki-laki. Keluarga saya tinggal di Surabaya, jadi saya dibesarkan di Surabaya. Dari lahir hingga sekarang saya tinggal di Surabaya, dan bertempat tinggal di daerah kenjeran, tepatnya di jalan Babatan Pantai Gang VIII nomer 5. Saya. Tetapi dari lahir hingga berumur 12 tahun atau hingga lulus SD, saya jarang ada di rumah, karena saya dititipkan di rumah nenek saya yang kebetulan saya sekolah di daerah situ juga, rumah hanya numpang tidur malam saja. Pagi hingga malam saya saya ada di rumah nenek, yang bertempat di daerah dinoyo. Saya dititipkan disana karena mama dan papa saya bekerja, sehingga saya harus dititipkan dan setelah mama dan papa saya pulang, baru saya dijemput untuk pulang ke rumah. Di sana saya dilatih mandiri oleh nenek saya. Tetapi semua berubah saat saya masuk SMP. Saya tidak lagi dititipkan di rumah nenek saya, karena saya ikut antar jemput sekolah, dan mama saya sudah tidak bekerja. Saat SMP, saya mulai tahu pergaulan. Mulai ngerti cowok, mulai ngerti handphone juga, mulai ngerti tanggungjawab,mulai ngerti dunia maya,dan lain-lain lah pokoknya. Saat SMP itulah saya merasa mulai keremajaan saya tumbuh. Saya ikut ekskul pramuka, nah di situ saya di latih mandiri, tapi rasanya itu tetap tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan saya, karena saya memang anak manja. Saya tidak bisa jauh dari orang tua saya. Saat ikut antar jemput juga, payah juga ternyata. Dijemput pagi-pagi banget, masih ngantuk. Tapi harus tetap bangun. Saya memang susah bangun pagi. Saya kalau berangkat sekolah juga mepet dengan jam masuk. Saya ikut antar jemput hanya pulangnya saja, berangkatnya di antarkan papa saya. Kalau pas papa tidak bisa antar saja baru ikut anjem pagi. Papa saya memang sangat memperhatikan saya, kemana-kemana harus di antarkan, tidak boleh berangkat sendiri. Jika ingin jalan-jalan dengan teman juga di antar, lalu pulangnya dijemput, bahkan kadang mama saya ikut jalan-jalan bareng dengan teman-teman saya. Kedua orang tua saya tidak membebaskan saya untuk pergi-pergi. Mereka kawatir terjadi apa-apa dengan saya. Saat perpisahan kelas 3, saya memaksa untuk bisa ikut, yah meskipun awalnya kurang disetujui, dan harus ada syarat yang harus saya penuhi. Syarat itu, mama saya ikut ke Bali, sangat berat sekali syarat itu bagi saya. tetapi saya berusaha meyakinkan kedua orang tua saya, dan akhirnya saya diperbolehkan berangkat ke Bali bersama teman-teman saya. itu pertama kalinya saya bebas tanpa ada “polisi” yang mengawal saya. Setelah lulus SMP, saya sangat terpukul dan kecewa, karena hasil unas saya sangat tidak memuaskan, saya sangat menyesal, saya tidak trima. Padahal saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk belajar, saya itu ingin semua bisa sesuai dengan apa yang saya harapkan. Saya bingung, saya tidak ingin mengecewakan kedua orang tua saya, tapi mau berbuat apa lagi, semua sudah terjadi. Akhirnya saya diterima di SMA yang bukan saya inginkan, dari pengalaman kegagaln itu saya berusaha mendapatkan nilai yang bagus yang sempurna, dan ternyata saya bisa. Saya bisa berprestasi di sekolah pinggiran itu. Di masa SMA, saya mulai mengerti mana teman, mana sahabat, mana musuh, dan mana orang yang benar-benar mengerti saya. Yaa. . saya menemukan seseorang yang bisa mengerti saya, memahami saya, bisa menyadarkan saya juga. Saya itu, keras kepala, susah di atur, gak sabaran, kalau uda emosi semua kena, tidak tahan panas matahari, manja, dan kalau uda buru-buru bingung semua,dan lain-lain. Itulah saya. Terkadang saya tidak bisa mengontrol keuangan saya, suka tidur, kadang malas, kadang suka mrintah, itu sifat negatif saya. Di SMA juga saya dihadapkan di masa sulit, saat kelas3 saya tidak lolos snmptn undangan, sungguh mengecewakan sekali, tapi saya terus berusaha, tetapi tetap saja saya tidak berhasil, saya tidak lolos snmptn. Nangis, hanya itu yang bisa saya perbuat. Saya merasa tidak bisa membanggakan kedua orang tua saya, saya juga sempat menyalahkan Allah. Tapi papa menyadarkan pikiran saya, dan akhirnya saya ikut jalur yang terakhir, alhamdulilah saya berhasil. Dan sekarang saya tercatat sebagai mahasiswa Sistem Informasi ITS. Di suasana yang baru, teman baru, kampus baru, status baru saya merasa susah beradaptasi dengan itu semua. Tapi bagaimana pun saya harus bisa, karena disini saya akan menempuh pendidikan dan saya pasti butuh itu semua. Saya berusaha menjalin komunikasi dengan baik dengan teman-teman, meski sebenarnya saya agak susah untuk cepat mengenal seseorang. Di masa kuliah ini saya mendapat nama baru dari teman-teman, DP. Teman-teman saya banyak yang bilang bahwa saya itu manja, cerewet. Tapi yah memang itu kenyataan, itu memang Anggie. Jujur, itu sifat sangat susah saya rubah. Selama kuliah 3 bulan ini banyak sekali hambatan yang saya lalui. Saya merasa kurang mengerti dari mata kuliah, karena semua mata kuliah menggunakan bahasa inggris. Kemampuan bahasa inggris saya memang kurang, itulah hambatan terbesar saya. tapi saya tetap berusaha untuk bisa, saya sering bertanya-tanya ke teman yang bisa dan minta untuk diajarkan. Itulah gambaran tentang diri saya. tetapi saya akan merubah sifat negatif saya, agar bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Saya pasti bisa, saya ingin berhasil, saya sangat ingin membanggakan kedua orangtua saya. saya juga ingin meraih cita-cita saya. dengan berbagai kekurangan dan kelebihan saya, saya akan membuktikan bahwa saya bisa, saya mampu.
Alangkah Lucunya Negri Ini
21.36 |
Diposting oleh
Dwi Praja Anggrayeni |
Edit Entri
Surabaya, beberapa hari yang lalu, pada hari Senin (7/11) tepatnya kami diputarkan film yang berjudul Alangkah Lucunya Negri Ini. Jika dilihat dari judulnya, semua pasti penasaran dengan isi dari film tersebut, begitu pun saya. Apa maksud dari judul tersebut dan bagaimana ceritanya? Mungkin pertanyaan itu yang muncul dalam benak kalian semua. Ternyata dalam film tersebut menceritakan tentang realita yang sedang marak di Indonesia hingga saat ini.
Singkat cerita, berawal dari seorang pemuda yang berilmu tinggi namun belum mempunyai pekerjaan. Muluk, itu nama panggilannya. Muluk adalah seoarang pemuda yang mempunyai gelar sarjana management, namun sudah dua tahun menjadi pengangguran.. Siang itu, Muluk berjalan akan melamar pekerjaan melewati pasar, tidak sengaja melihat peristiwa pencopetan yang dilakukan oleh anak kecil, lalu dikejarlah anak kecil tersebut. Muluk beranggapan susahnya mencari uang, tapi dengan seenaknya dicuri. Setelah tertangkap Muluk menanyakan, “Hey, mengapa kalian curi dompet ini? Ini kan bukan hak kalian, orang yang kalian copet itu bersusah payah untuk mendapatkan uang ini dengan seenaknya kalian ambil”, ucapnya. Dengan polosnya, anak itu menjawab, “Kami butuh makan bang, dan hanya dengan cara ini kami bisa makan”, lalu berlari untuk menghindar dari Muluk.
Selang beberapa minggu, Muluk bertemu dengn pencopet yang dipergokinya waktu itu. Muluk terlibat perbincangan, lalu tidak lama Muluk diajak ke markas pencopet tersebut. Lalu dikenalkan dengan Jarot (bos copet). Kemudian Muluk menjalin kerjasama dengan para pencopet itu, berbekal ilmu managemennya. Tetapi Muluk berkeinginn untuk merubah pekerjaan mereka menjadi pekerjaan yang halal. Akhirnya Muluk menawarkan program pemberdayaan meliputi pendidikan dan agama serta rencana pengelolaan bisnis jangka panjang. Namun sebagai gantinya Muluk meminta jatah 10% dari pendapatan hasil copet. Jarot setuju. Tantangan datang silih berganti karena anak-anak pencopet tersebut memiliki resistensi terhadap Muluk. Namun dia tetap menjalankan pekerjaannya, dengan mengajak 2 temannya, Pipit dan Samsul. Mereka mengajarkan mengaji, sholat, membaca, dll. Dan usaha mereka berhasil, anak-anak itu berhenti nyopet, mereka menjadi pengasong. Namun ada penghalang, pamong praja membuat mereka resah. Saat itu mereka sedang mengasong dan ternyata pamong praja sedang melakukan aksinya, dengan berani Muluk membela anak-anak tersebut dan menyerahkn dirinya untuk ditangkap sebagi ganti dari anak-anak pengasong.
Begitu besar pengorbanan seorang pemuda untuk menyejaterahkan para pencopet yang masih umur belasan tahun, yang tidak seharusnya berada di dunia itu. Dengan keyakinan yang teguh bahwa dia bisa merubah dan membawa kembali ke jalan yang benar dan dengan didasari ilmu yang kuat semua pasti bisa terselesaikan. Pelan tapi pasti, itu yang harus kita terapkan. Semua itu melalui dan butuh proses, dari proses tersebut kita dapat mengukur sejauh mana usaha dan niat kita untuk menggapai tujuan. Kita tidak boleh tinggal diam saat berada dalam keadaan seperti itu. Mereka butuh kita. Meski awalnya kita harus mengikuti cara mereka, namun perlahan dapat kita arahkan menuju jalan yang benar. Anak-anak kecil khususnya, kita wajib mengangkat mereka dari kemiskinan ilmu. Karena merekalah penerus dari bangsa ini. Merekalah yang nantinya akan memimpin negeri ini. Sangat lucu jika sebagai penerus mereka tidak dibekali dengan ilmu yang tinggi. Akan jadi apa negeri ini. Semua itu ada di tangan kita. Tanggungjawab besar bersandang dalam pundak kita. Untuk itu kita sebagai pemuda-pemudi Indonesia, mari banggakan para petuah yang susah payah membangun negeri ini, dengan bersama-sama melanjutkan perjuangan membangun bangsa ini, dengan penuh rasa kemanusiaan dan keyakinan yang kuat dan dengan disertai ilmu yang tinggi. KITA PASTI BISA..
Langganan:
Postingan (Atom)
Mata Kuliah
About Me
Welcome
Hai guys..this is my blog,come join with my blog and see my posting...
Total Tayangan Halaman
Diberdayakan oleh Blogger.